3.25.2013

TAYANGAN OESMAN 77 PENGHINAAN TERHADAP SAHABAT MULIA

Karakter narsis dan super tolol seorang kakek yang diperankan oleh Entis Sutisna (Sule) itu bernama OESMAN (Utsman). Serial Oesman 77 rutin ditayangkan Trans 7 tiap Sabtu dan Ahad pukul 19.00 mulai 12 Januari lalu. Mendengar nama Oesman dengan karakter yang digambarkan dalam serial itu, sebagai Muslim, apakah anda tidak merasa janggal, miris, dan mungkin juga terhina?

Siapa Oesman/Utsman/Usman? Di zaman Rasulullah saw, nama Utsman diwakili oleh sosok seorang sahabat yang mulia, yang Rasul dan Malaikat pun malu terhadap beliau, yang Allah muliakan dengan jaminan masuk surga di antara sepuluh sahabat pilihan. (Tidak akan cukup ratusan halaman menggambarkan kemuliaan seorang Utsman bin Affan RA)

Kenapa Trans 7 menggunakan nama OESMAN untuk tokoh utama serial itu? Mungkin saja tidak sengaja atau mungkin juga ada maksud tertentu. Mesti kita klarifikasi, yang sebenarnya tidak sulit Trans 7 menggunakan nama lain yang bisa menghindari sensitifitas.

Nampaknya sebagaimana media2 sekuler pada umumnya, Trans 7 pun tidak luput dari penyakit Islamphobia. Segala hal yang berkaitan dengan Islam; adalah terbelakang, bodoh, tolol, jelek, barbar, memalukan dan bahan tertawaan. Itu pula yang mungkin menjadi pertimbangan tanpa sadar Trans 7 memilih nama Utsman, yang bagi umat Islam nama tersebut sangat mulia.

To: KPI (08129269286 an. Azimah Subagjo), Kami Umat Islam SANGAT KEBERATAN dengan program acara OESMAN 77 yang ditayangkan Trans 7. Selain penggunaan nama OESMAN untuk karakter tokoh utama, juga isi cerita yang sangat tidak mendidik.

Bila sahabat ada yang punya informasi, kemana harus menyampaikan keberatan ini di internal Trans 7 ?

BAROKALLAHU FIKUM
Mohon disebarkan, semoga menjadi amal shalih

Aroma busuk liberal Cak Nun

Bukan lagi aroma, tapi hakikatnya memang pluralism. Sesat pikirnya Cak Nun, tidak menggunakan Islam sebagai worldviewnya. Ia mengukur Islam dgn standar rasa nafsunya. Bukan rasa nafsunya diukur oleh Islam.

Sebagaimana slogan "Al Islam ya'lu wa la yu'la alaih", maka segala hal mesti tunduk utk distandarisasi oleh Islam; apakah itu keadilan, kemanusiaan, kejujuran, kedamaian, kekerasan dsb. Bukan sebaliknya. Pluralism meniscayakan liberalism, oleh karenanya tdk punya teori batas. Sehingga konsep2 kehidupan (keadilan, kejujuran dll) tdk punya batas, mesti relatif. Sementara Islam sebagai Dien yg final dan syumul adalah standar dari semua bahasa kemanusiaan itu.

Martin Luther divonis kafir oleh Katolik karena dia memprotes dogma2 baku dalam Kristen. Gus Dur melakukan hal yang sama terhadap pokok2 inti ajaran Islam, sehingga ia boleh disebut sbg salah seorang pembangkang Islam atau yg katanya disebut 'Islam Protestan."

Perlu dicatat; Kristen Katolik dan Kristen Protestan adalah agama yang berbeda. Apakah para pengasong pluralism semacam Gus Dur dan Cak Nun ini layak disebut sebagai penganut agama 'Islam Protestan' ?

Terkait kekerasan, saya pernah tulis beberapa waktu lalu; http://www.voa-islam.com/islamia/liberalism/2010/08/20/9368/islam-tidak-anti-kekerasan/

AHER -DEMIZ dan Sunda rindu Syari'at

SAYA UCAPKAN SELAMAT KEPADA AHER-DEMIZ
Dan seluruh pendukungnya yang 'telah' memenangkan Pilgub Jawa Barat;

Selamat utk menanggung beban lebih berat
Selamat utk berpeluh berkeringat lebih deras
Selamat utk bahkan sampai berdarah-darah
Selamat utk mungkin saja bertaruh raga dan nyawa
Sementara yang lain baru mampu berkata-kata

Selamat utk merekonstruksi tujuan khidmatul ummah
Selamat utk merevitalisasi asholah da'wah
Selamat utk mewujud sebenarnya pelayan rakyat
Selamat utk mendapatkan penghisaban lebih lama tapi posisi lebih mulia -insya Allah- di surga

Selamat utk mengerahkan semaksimal kemampuan ke arah tathbiq as Syari'ah. Agar tdk ada lagi cemooh kenapa kalian memanfaatkan demokrasi ini sebagai washilah ad Da'wah

Saya senang kalian menang, semoga rasa senang ini sebagaimana rasa senangnya seorang mu'min atas kemenangan seorang mu'min. Sementara kaum mu'min di zaman Rasulullah saja merasa senang dengan kemenangan Romawi (Nashrani) atas Persia. Apatah lagi kita yang sesama muslim.

Saya senang kalian menang, karena kalangan 'Islam' Liberal itu bersedih dengan kemenangan kalian. Saya akan bersedih bila kalian kalah, karena gerombolan 'Islam' Liberal akan merasa senang dengan kekalahan kalian.

Itulah kenapa saya bersimpati kepada kalian. Karena kalian dibenci kalangan liberal.

karena
Apa yang mereka benci, saya cinta
Apa yang mereka cinta, saya benci
****

Kang Aher dan Bang Jack
Tidak banyak orang mendapatkan ladang amal begini besar sebagaimana kalian dapatkan dari amanah berat ini.

Satu pesan saya, satu dari jelata Sunda pituin;

"MUNGKIN TIDAK AKAN ADA WAKTU DAN KESEMPATAN LAGI SELAIN KESEMPATAN AMANAH SAAT INI UNTUK MENEGAKKAN SYARI'AT DI JAWA BARAT SEKEMAMPUAN MAKSIMAL KALIAN.

LAKUKAN DAN JALANKAN ! LAKUKAN APA YANG AKAN MEMBUAT ALLAH RIDHA DAN MEMBUAT RASULULLAH TERSENYUM BANGGA. JALANKAN ! HANYA YANG MENJAGA ALLAH, MAKA ALLAH AKAN MENJAGANYA.

JANGAN PERLAMBAT UMAT LAIN DAN MAHKLUK LAIN DI JAWA BARAT MENIKMATI RAHMATNYA ISLAM. HAKIKATNYA MEREKA SUDAH TAK SABAR MENUNGGU."

*Sunda rindu syari'at, rindu hadirnya kembali Prabu Muslim Siliwangi.

Melihat dari atas

Saya percaya, bagi sebagian orang dalam skala tertentu tradisi menjadi sarana seseorang menunjukkan identitas keislamannya atau paling tidak, dirinya tidak keliru mencantumkan ISLAM di kolom agama KTP nya.

Tradisi seperti lebaran, halal bi halal, maulidan dan peringatan2 yang dianggap sebagai 'hari2 besar' dalam Islam penting untuk dilestarikan selama tidak melanggar ushulul aqidah wa syariah.

Oleh karena itu tradisi2 seperti ini dalam skala dan standar tertentu serta bagi sebagian kalangan tersebut harus tetap membudaya di tengah masyarakat. Sehingga tidak minder mengaku sebagai pemeluk ISLAM dan tidak malu-malu bahwa dirinya adalah MUSLIM, cukuplah sementara.

*Mungkin kontroversial

Ilham Abinya Latif Saya sepakat. Ada tradisi yg harus kita tolak. Ada tradisi yg harus perlahan2 kita modifikasi agar bersesuaian dgn batas2 Syariat. Ada yg kita harus trima dgn tangan terbuka sbg sarana mmpererat ukhuwah. Bijak mnempatkan porsinya masing2 mmbuat dakwah apapun smakin mdah trsampaikan. Dsamping jg mnunjukkan ke-'alimannya dlm bermuamalah bainannaas.

Bila..

Bila mengedarkan kotak infaq saat khatib Jum'at sedang khutbah adalah kebaikan, niscaya Rasulullah dan para sahabat yang akan pertama kali melakukannya

Bila perayaan Idul Fitri lebih ramai syiarnya dibandingkan Idul Adha, maka Rasulullah dan para sahabatnya yang akan pertama kali melakukannya

Bila rutinitas kuliah tarawih di bulan Ramadhan adalah kebaikan, pasti Rasulullah dan para sahabatnya yang akan pertama kali melakukannya

Faktanya adalah Rasulullah dan para sahabat tidak pernah melakukan ketiga hal itu. Namun yang berdalih dgn falsafah 'BILA' ini justru mengamalkannya

Dalih: "Bila sesuatu hal itu baik, maka Rasulullah dan para sahabat terlebih dulu mengamalkannya" kontradiktif dengan 'BILA' di atas..

*Mohon pencerahan